TROUBLEMAKER
“Welcome Home”... sambut Baro pada adik perempuannya yang baru saja
menginjakkan kaki kembali ke Korea. Jo tersenyum kepada kakak laki-lakinya yang
berdiri merentangkan kedua tangan tepat didepannya. Jo menghambur pada pelukan
Baro. Sudah sekitar 9 tahun yang lalu sejak terakhir kali Jo memeluk erat
kakaknya tersebut. Jo masih ingat bagaimana papanya membawa Jo pergi ke London
meninggalkan Mama dan kakaknya tersebut karena perceraian, kini Jo berhasil
membujuk papanya untuk mengijinkan dirinya kembali ke Korea dengan dalih
belajar seni musik. Menurut Jo tidak ada tempat sebagus Seoul Art Performing
School (SAPS) untuk belajar seni musik, terlebih lagi disitulah Baro sang kakak
menempuh pendidikan menengah keatasnya. Tidak ada yang lebih sempurna
dibandingkan dengan berada satu atap bersama mama dan kakaknya.
“Eomma Eodiyo??” tanya Jo pada Baro yang sedang memindahkan koper-koper
Jo ke kamar.
“Ke mini market di depan, katanya mau membelikanmu makanan..” jawab Baro
dengan nafas terengal-engal. Setelah beres memindahkan koper-koper Jo, Baropun
menghampiri Jo yang berdiri di balik jendela melihat ke pemandangan belakang
rumahnya.
“wah... daebak... sudah sangat berubah ya...“ gumam Jo masih melihat
lurus ke arah geretan gedung yang terlihat dibelakang rumahnya.
“jelas saja.. sudah sejak 9 tahun yang lalu” jawab Baro kemudian memukul
kepala adiknya tersebut “aigo...akhirnya kau kembali juga .. uri dongsaeng..”
lanjut Baro diikuti pelukan hangat untuk Jo.
“Ya~..” Jo mencoba melepaskan pelukan diikuti tawa ringannya.
“Uri daaal....” terdengar teriakan ibu Jo memanggil nama putrinya
tersebut. Sontak Jo segera berhambur ke arah pelukan ibunya.
“eomma neomu bogoshippo..” ujar Jo memeluk erat-erat ibunya.
###
Pagi itu merupakan hari pertama Jo memulai status barunya sebagai pelajar
Seoul. Ia merapikan seragam barunya seraya tersenyum melihat pantulan bayangan
dirinya dicermin.
“yeppo...” gumamnya pelan
“anniyo....” Baro yang sedari tadi memperhatikan adiknya dari balik pintu
menyela gumaman Jo dengan gurauannya
“oppa.... “ Jo yang terkejut dengan kehadiran Baro segera memberikan
tatapan tajam pada gurauan kakaknya tersebut.
“ya... kau lama sekali.. palli kajja !! atau kau akan terlambat datang
dihari pertamamu..” ujar Baro mengajak Jo agar cepat mengikutinya berangkat ke
sekolah.
“arasso..” balas Jo diikuti langkah cepatnya.
Setelah berpamitan dengan ibunya, Baro dan Jo pun melangkah menuju halte
terdekat rumah mereka untuk menunggu kedatangan bus yang akan membawa mereka ke
SAPS. Bus yang akan mereka naiki telah tiba dan terlihat sudah penuh oleh
penumpang. Kebanyakan dari mereka mengenakan seragam sekolah, ada juga yang
mengenakan seraganm dinas pemerintah, dan ada juga yang berpakaian formal
layaknya karyawan perusahaan-perusahaan Korea. Baro dan Jo pun menaiki bus
tersebut dan alhasil tidak mendapatkan sisa tempat duduk, mereka pun terpaksa
harus berdiri berdesak-desakkan dengan para penumpang lain. Baro menggantungkan
satu tangannya ke handstand yang tersisa, sedang Jo bahkan tidak mendapat jatah
handstand karena sudah digenggam oleh banyaknya penumpang dalam bus tersebut.
Jo memutuskan untuk menggenggam erat ransel Baro agar tetap dapat menjaga
keseimbangan badannya.
Baro menepuk pundak salah satu pelajar yang memakai seragam sama persis
dengan dirinya.
“Jinyoung-a...” panggil Baro pada pelajar tersebut.
Sontak pelajar tersebut melepas headset yang terpasang ditelinganya dan
menoleh ke arah suara Baro. Pelajar tersebutpun tersenyum kecil dan membalas
sapa Baro
“ah no..” jawab pelajar pria tersebut yang tak lain adalah Jinyoung,
teman sekelas Baro di sekolah.
Memang jarak rumah Jinyoung dua kali lebih jauh
dari rumah Baro, karenanya setiap berangkat sekolah ia selelu menaiki bus yang
melewati halte daerah rumah Baro. Jika Jinyoung tidak berangkat kesiangan
seperti hari ini, ia pasti akan bertemu dengan Baro di bus. Namun Jinyoung
sendiri lebih sering terlambat dan berangkat lebih siang dari Baro karenanya
seringkali ia tidak mendapatkan kesempatan untuk berada satu bus bersama Baro.
“waah... kau berangkat lebih pagi hari ini..” ujar Baro
“hoh... “jawab Jinyoung singkat seraya tersenyum kecil. Ia memang
terkenal sebagai pemuda yang dingin di sekolah. Ia lebih sering menghabiskan
waktu istirahat sekolah dengan tidur di atap sekolah atau bahkan tidur di pojok
perpustakaan. Banyak siswi SAPS yang menyukai kharisma dingin Jinyoung. Namun
Jinyoung tidak pernah menanggapi semua perhatian yang diberikan para siswi
tersebut padanya. Ia selalu berlajan di koridor sekolah menggunakan headset
berharap tidak ada yang mengganggunya dengan pujian-pujian yang dilontarkan
para siswi saat melihatnya.
“ah... kenalkan.. uri dongsaeng..” ujar Baru seraya menarik kera seragam
Jo dan menunjukkan sosok Jo pada Jinyoung.
“ah.. yang sering kau ceritakan itu..” jawab Jinyoung pada Baro, Baro
merupakan salah satu teman sekolahnya yang cukup dengan dirinya. Selain bao ada
pula Gongchan, Sandeul, dan Shinwu yang berteman cukup dekat dengan Jinyoung.
Jinyoung lebi tertarik menghabiskan waktu bermainnya dengan keempat sahabatnya
tersebut dibandingkan menuruti permintaan para siswi yang mengajaknya untuk
keluar menghabiskan waktu bersama. Baro memang sempat menceritakan pada
Jinyoung dan ketiga sahabatnya yang lain bahwa ia memiliki seorang adik
perempuan yang ada di luar negeri dan akan segera kembali ke Korea untuk
melanjutkan pendidikan.
“annyeong..” sapa Jo seraya mengangkan satu telapak tangan kanannya untuk
menyapa Jinyoung. Iapun kembali menurunkan tangannya dan melepaskan cengkraman
Baro pada kerah seragamnya.
“annyeong..” sapa Jinyoung singkat.
Sekali melihat Jo langsung mengetahui bagaimana karakter JinYoung “siswa bersikap dingin dan sok keren seperti
ini memang selalu ada tiap sekolah. Aku tak menyangka dia adalah teman dekat
kakakku..” pikir Jo dalam benaknya namun ia berdecak cukup keras membuat
Baro dan Jinyoung yang berdiri didekatnya menoleh kearahnya. Jopun menelan
ludah pelan dan menarik nafas panjang. Ia menyilangan kedua tangannya didepan
dadanya dan lupa untuk kembali menggenggam ransel Baro yang akhirnya membuatnya
kehilangan keseimbangan saat bus itu bergoncang melewati tikungan dan polisi
tidur. Ia hampir saja terjatuh kedalam pangkuan salah satu penumpang lain,
sampai Jinyoung menangkap tubuh Jo dan menahannya agar tidak terjatuh.
Jo benar-benar terkejut tatkala ia sadari kini ia tengah berada dalam
pelukan Jinyoung. Ia segera melepaskan dirinya dari pelukan tersebut dan
merapikan rambutnya yang terurai. Baro segera menggenggam erat lengan Jo.
“gwenchana..?” tanya Baro sedikit khawatir
“ah.. nhe...” jawab Jo masih mencoba mengembalikan kesadarannya
“gomawo chingguya..” ujar Baro mengucapkan terima kasih pada Jinyoung
yang diikuti oleh anggukan pelan dari Jinyoung.
Jinyoung masih memandang ke arah Jo yang sempat berada dipelukannya
tersebut. ia mengrenyitkan dahinya mencoba melihat lebih tejam ke arah Jo untuk
memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja. Jo yang menyadari bahwa Jinyoung
sedang memandanginya segera mempererat genggamannya ke lengan Baro.
###
Jo dengan mudah dapat bergaul dengan teman-teman kelasnya di SAPS.
Walaupun terdapat beberapa anak yang mencibirnya sebagai anak baru yang datang
dari luar negeri, namun tak sedikit pula yang menerimanya dengan sangat baik.
Jo tak kesulitan untuk berbaur dengan yang lainnya. Ia bahkan mendapatkan satu
teman dekat yakni MinJae, pelajar pria yang duduk tepat disebelahnya.
Minjae
juga merupakan pelajar pindahan dari luar negeri, karenanya obrolan diantara
keduanya membuat keduanya dengan mudah semakin dekat. Minjae yang terlebih dulu
masuk di SAPS sering menjadi schoolguide bagi Jo. Kedekatan mereka sudah
layaknya saudara. Jo bahkan mengenalkan Minjae pada Baro dan sering mengajak
Minjae untuk berkunjung ke rumahnya. Baro sendiri tak keberatan jika Jo berteman dekat dengan Minjae.
Disamping Minjae adalah anak yang baik, ia juga dapat diandalkan untuk menjaga
Jo saat mereka melewati kelas malam dan harus pulang larut. Baro jadi tak
terlalu khawatir lagi dengan Jo karena ada Minjae yang menemaninya. Minjae
sering menjemput bahkan mengantarkan Jo pulang dari sekolah. Ia jadi lebih
sering bersama dengan Minjae dibandingkan dengan Baro. Minjae juga merupakan
anak yang populer di SAPS, hal tersebut
membuat Jo mendapatkan banyak masalah karena kecemburuan para siswi yang
mengejar Minjae, namun hal tersebut juga membuat Jo didekati oleh banyak siswi
yang ingin meminta bantuan Jo dalam mendapatkan Minjae. Sebenarnya hal tersebut
sangat merepotkan bagi Jo ketika banyak siswi yang menanyakan tentang makanan
favorit Minjae, tipe ideal Minjae, dan masih banyak yang lainnya. Beberapa minggu
dilalui Jo dengan cukup menyenangkan di sekolah barunya tersebut. Berkat
bantuan Minjae yang rajin, ia juga jadi tak terlalu ketinggalan pelajaran
kurikulum SAPS.
Hari itu, Jo berjalan santai di koridor sekolahnya dengan menikmati
sebuah lolipop dimulutnya. Langkahnya terhenti saat menjumpai sosok Jinyoung
yang sedang berdiri di Koridor sebrang dan berhadapan dengan 3 orang siswi yang
terlihat sedang memberikan sekotak coklat untuknya. Dapat dilihatnya bahwa
Jinyoung mencoba untuk menolak pemberian tersebut.
“HAH..” dari belakang Minjae berusaha untuk mengejutkan Jo.
Jo nyaris menelan lolipop yang ada dimulutnya utuh-utuh.
“YA...” dia memberontak pada Minjae kesal yang kini tengah menggantungkan
lengannya di pundak Jo.
“kau lihat apa..?” tanya Minjae mencari fokus penglihatan Jo.
“lihatlah itu.. teman kakakku.. Jinyoung oppa.. lihatlah lihatlah... dia
selalu bersikap sok keren dan menolak semua gadis-gadis yang mendekatinya ..
lihatlah ekspresinya.. waaaahh.. “ ujar Jo menunjukkan pada Minjae apa yang sedang
ia pikirkan.
Minjae mantap tajam ke arah Jo
“wae..?” tanya Jo kemudian setelah sadar bahwa Minjae tengah menatapnya
“kenapa kau peduli..? biarkan saja..” jawab Minjae kemudian.
“aaiisshh.. siapa yang peduli...” teriak Jo seraya memukul bagian belakang
kepala Minjae.
Minjae mencoba menghindari pukula Jo dengan berlari menjauhinya. Sontak
Jo pun tertawa seraya mengejarnya.
“YAA.. mau lari kemana kau...” teriak Jo pada Minjae
Dari sebrang koridor, Jinyoung dapat mendengar teriakan Jo. Ia menolehkan
pendangannya ke arah sumber suara. Dilihatnya Jo sedang berlari kecil mengejar
Minjae.
###
Setelah seharian mempelajari komposisi musik, akhirnya bel istirahatpun
berbunyi. Jo segera meninggalkan kelasnya. Ia meregangkan tubuhnya untuk
mendapatkan udara segar diluar kelas.
“ya.. kajja.. kita ke kantin..” ajak Jo pada Minjae
“aku ada urusan di ruang guru. Tunggu aku disini dulu..” jawab Minjae
yang kemudian meninggalkan Jo.
“aiisshh jinjja..” gumam Jo kesal.
5 menit menunggu Minjae merupakan waktu yang lama bagi Jo. Ia sudah
kelaparan karena pelajaran beberapa jam sebelumnya. Akhirnya ia memutuskan
untuk terlebih dulu ke kantin. Ia mencomot sepotong roti yang ada dikantin,
membayarnya dan memakannya sambil berjalan kembali ke kelas. Ia sengaja membawa
sepotong roti utuh disakunya untuk diberikan pada Minjae. Sebelum kembali ke
kelas. Ia melewati tangga menuju atap sekolah. Ia pun mendapatkan ide untuk
naik ke atap dan mendapatkan udara yang lebih segar.
Sesampainya di ujung tangga, ia melihat pintu yang menghubungkannya
dengan atap sekolah terbuka lebar. Ia segera berjalan melewati pintu tersebut
dan menutup pintu tersebut kencang. Sampai di atap sekolah, Jo pun berjalan
pelan menuju pagar atap untuk melihat suasana sekolahnya dari atap.
Cuaca siang
itu cukup cerah hingga saat Jo mendongakkan kepalanya ke atas, ia dapat
menikmati hamparan birunya langit. Ia juga dapat melihat suasana taman sekolah
dari atap, terdapat beberapa anak yang sedang bermain sepak bola, ada juga yang
duduk seraya bermain alat musik di taman, dan masih banyak yang lain. Dengan
spontan ia merentangkan kedua tangannya dan berteriak keras-keras
“WAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA.....” Teriak Jo diakhiri dengan tawa ringannya. Ia
benar-benar merasa bebas dalam suasana seperti ini.
“ah.. berisik sekali.. “ tiba-tiba sosok suara terdengar dari arah bangku
yang terdapat di belakang balik dinding pagar atap tersebut. Jo bahkan tak
menyadari bahwa sosok Jinyoung tengah tertidur di bangku tersebut. Dan kini ia
terbangun karena suara teriakan Jo yang begitu keras.
“ah... “ Jo terkejut dan segera menutup mulutnya dengan kedua tangannya,
“ kau disini rupanya..” ujar Jo pelan
“aahh.. bahkan disini pun ada yang mengganggu tidurku.. “ gumam Jinyoung
pelan, namun terdengar jelas oleh Jo.
Jo menarik nafas dalam-dalam, “mian..” ujarnya pelan pada Jinyoung. Ia
pun segera berbalik dan hendak meninggalkan atap sekolah tersebut. langkahnya
terhenti saat dicobanya membuka pintu atap tersebut. Beberapa kali Jo
menggoyangkan gagang pintu itu, namun pintunya tidak terbuka.
“oh.. ottoke .. ottoke... “ ujar Jo panik
“apa kau menutup pintunya tadi..?” tanya Jinyoung yang tiba-tiba sudah
berdiri dibelakang Jo.
“nhe..” jawab Jo seraya menganggukkan kepalanya
“paboya..?” tanya jinyoung kesal seraya merebut gagang pintu yang
dipegang Jo dan giliran dia yang mencoba untuk membuka pintu tersebut
“waeyo..?” tanya Jo panik
“pintunya akan terkunci otomatis kalau kau menutupnya... dan hanya bisa
dibuka dari dalam sana..” jawab Jinyoung seraya memasukkan tangannya ke adalam
saku celananya dan kembali berjalan menuju pagar atap.
Spontan Jo pun mengikuti langkah Jinyoung dari belakang.
“hubungi kakakmu.. suruh dia membukakan pntu..” pintah Jinyoung pada Jo
“ah..” Jo segera merogoh saku jaz sekolahnya. Bukan ponsel yang ia temui
melainkan sepotong roti yang ia beli dari kantin tadi., “aaahhh.. ponselku aku
tinggal di ransel..” ujar Jo kecewa.
“aiisshh... “ Jinyoung mengacak rambutnya
“kau juga tidak membawa ponselmu..?” tanya Jo
“ho..” Jinyoung menjawab singkat
“ottoke ottoke..” Jo semakin panik, ia melihat ke arah jam tangannya,
“sbentar lagi kelas akan dimulai..” ujar Jo masih panik
“tidak ada pilihan lain.. kita hanya harus menunggu ada yang membukakan
pintu“ jawab Jinyoung santai seraya duduk di pagar beton atap tersebut
“ottoke...iishhhh... “ Jo mendesis kesal karena jawaban Jinyoung yang
terdengar santai sekaligus bahagia karena memiliki alasan untuk tidak mengikuti
jam pelajaran berikutnya
“tunggu saja ..” ujar Jinyoung masih dengan santai, “tapi.. itu ada roti
di sakumu.. punyamu..?” tanya jinyoung kemudia
“nhe nhe nhe.. wae..?” jawab Jo yang kemudian balik bertanya dengan ketus
“boleh untukku..?.. aku sedikit lapar..” pinta Jinyoung
Jo menarik nafas dalam dan menghembuskannya keras-keras. Ia meniup pelan
poninya dan kemudian memberikan rotinya pada Jinyoung
Ia pun berjalan mendekati pagar beton dan menyandarkan punggungnya di
pagar beton atap tersebut. ia memainkan kakinya pelan. Jinyoung memakan
perlahan roti yang diberikan Jo untuknya. Ia melihat Jo yang berdiri disamping
tempat ia duduk. Ia melihat angin semilir mengibarkan perlahan rambut pendek Jo
beserta poninya. Wajahnya menunduk menatap tajam ke arah kakinya yang tengah
bergerak pelan mengetuk lantai atap berkali-kali. Kedua tangannya dimasukkan di
saku jaznya. Sekali-kali gadis tersebut mendongak keatas melihat langit biru
dan kemudian mengangkat sebelah tangannya seraya melebarkan telapak tangannya
di udara, matanya yang lebar mengintip bentuk awan dari sela-sela jarinya,
terkadang ia bahkan memejamkan sebelah matanya agar dapat melihat lebih fokus
ke arah gerakan awan yang menggantung diangit tersebut.
Jo merasa bahwa kini Jinyoung tengah memandanginya. Iapun menolehkan
wajahnya ke arah Jinyoung yang sontak terkejut dengan gerakan Jo. Ia hampir
memuntahkan roti yang kini tengah berada di tenggorokannya. Jinyoung
terbatuk-batuk dan kemudian memukul dadanya pelan agar roti yang sedang dalam
perjalanan menuju lambungnya dapat sampai tujuan dengan selamat.
“waeyo oppa..?” tanya Jo seraya tertawa melihat tingkah Jinyoung. Baru
pertama ini ia melihat Jinyoung terkejut seperti itu. Jinyoung yang biasa
dilihatnya menampakkan sosok yang dingin dan sangat menghindari masalah. Namun
kini ia melihat sosok Jinyoung yang sedang tersedak karena tertangkap tengah
melihatnya.
“kau sedang menatapku kan tadi..?” tanya Jo menggoda Jinyoung.
Jinyoung hanya terdiam dan sibuk menenangkan tenggorokannya. Ia pun
berdiri dari tempat duduknya dan kemudian menghadap ke arah pagar atap seraya
menekankan telapak tangannya di atas pagar tersebut. Melihat kondisi Jinyoung,
Jo pun berusaha membantu dengan menepuk perlahan punggung Jinyoung.
“aigo...” gumam Jo seraya menepuk pelan-pelan punggung Jinyoung untuk
membantu Jinyoung meredahkan batuknya.
Jinyoung sontak menatap Jo yang kini berada tepat didepan mukanya. Jo
sedikit terkejut melihat Jinyoung yang tiba-tiba menatapnya. Ia pun berhenti
menepuk punggung Jinyoung dan mundur 2 langkah kebelakang. Ia takut mungkin
Jinyoung marah dengan apa yang ia lakukan barusan
“mianhe..” ujar Jo pelan. Ia pun berbalik menghadap ke arah pagar,
berdiri disamping Jinyoung, dan menghirup udara segar dalam-dalam, “aiish....
sampai kapan kita akan disini..” gerutu Jo, “ah.. gei-jasik.. apa dia tidak
mencariku karena tidak ada dikelas.. iishh..” lanjut Jo menggerutu
“minjae..?” tanya Jinyoung kemudian.
“oppa arayo..?” Jo balik bertanya pada Jinyoung
“tentu saja.. dia cukup terkenal bahkan untuk kakak kelasnya.. bukankah
banyak yang menyukainya..” jawab Jinyoung
“oppa do.. banyak yang suka..” balas Jo cepat
Jinyoung tersenyum kecil mendengar ucapan Jo
“oh oh oh.. kau terseyum..... jinjja... kau tersenyum..” Jo bersikap
heboh melihat senyuman Jinyoung. Ini kali pertama ia melihat Jinyoung tersenyum
dengan jarak sedekat ini, dan hanya ada mereka berdua. Sosok dingin seorang
Jinyoung yang melekat di benak Jo pudar sudah. Senyuman Jinyoung membuatnya
terlihat lebih manis di mata Jo.
Seketika Jinyoung kembali merapatkan bibirnya. Ia juga tak menyadari
bahwa ia dapat tersenyum lepas bersama dengan Jo. Apakah mungkin karena Jo
adalah adik dari sahabatnya ?, ya .. itulah yang ada dipikirkan Jinyoung, pasti
karena itu ia merasa nyaman dan leluasa disamping Jo.
###
Minjae berulang kali memandang bangku Jo yang kosong. Tidak biasanya Jo
menghilang tidak mengikuti pelajaran tanpa memberitahu Minjae alasannya. Jo
bahkan meninggalkan ponselnya di dalam ranselnya. Minjae semakin khawatir
karena Jo. Setelah 80 menit berlalu, ia memutuskan untuk mencari Jo. Minjaepun
berdiri dari tempat duduknya dan meminta ijin untuk keluar ke toilet pada guru
kelasnya. Minjae berjalan cepat menyusuri koridor sekolah. Ia menuju kantin,
belakang sekolah, bahkan ia masuk ke beberapa toilet wanita yang ada gedung
sekolah 3 lantai tersebut. Namun ia tak menjumpai sosok Jo. Minjae hampir
kehabisan akal. Namun masih terdapat satu tempat yang tak ia kunjungi, yakni
atap sekolah. Ia ragu apakah Jo ada disana atau tidak, namun ia tak punya
pilihan lain selain menengoknya. Ia melihat pintu atap tertutup rapat, Minjae
yang mengetahui bahwa pintu tersebut hanya dapat dibuka dari dalam pun merasa
bahwa Jo terjebak diatap tanpa tahu cara kerja pintu tersebut. Minjaepun
membuka pelan pintu tersebut. Benar saja
pintu tersebut dapat terbuka jika dibuka dari bagian dalam. Minjae melangkah ke
atap dan menjumpai sosok Jo yang sedang berdiri bersama sosok Jinyoung di pagar
beton yang ada diatap tersebut. Minjae menghembuskan nafas lega saat berhasil
menemukan Jo, namun ia mengrenyutkan dahinya saat dilihatnya Jo sedang tertawa
bersama dengan Jinyoung.
“Jo ya...” panggil Minjae pada Jo.
Jo yang sedang menikmati waktu mengobrol dengan Jinyoung pun segera
menoleh ke arah asal suara.
“Minjae ya...” ujar Jo terdengar lega. Ia segera berlari dan menghambur
ke arah pelukan Minjae
“ya.. ~ kenapa lama sekali ..?” tanya Jo pada Minjae, “aku hampir bosan
menunggu seseorang membukakan pintu itu..”
Melihat Jo menghambur ke pelukan Minjae, Jinyoung pun berjalan pelan
menghampiri keduanya, ia berjalan dengan memasukkan kedua tanggak ke dalam ke
dua saku celananya.
“gomawo..” ujar Jinyoung pada Minjae, “na gan-da..” pamit Jinyoung yang
kemudian meninggalkan Jo dan Minjae
“nhe.. nado gomawoo oppa..” balas Jo pada Jinyoung yang tetap berjalan
lurus seraya melambaikan tangannya ke atas membalas ucapan terima kasih dari Jo
“yogi wae..?” tanya Minjae terlihat kesal pada Jo
“YA ~ no do ara.. kalau pintu itu hanya bisa dibuka dari dalam..?” tanya
Jo ketus pada Minjae
“ara..” jawab Minjae cepat
“YAAA~” Jo memukul kepala Minjae, “kenapa kau tak bilang padaku.. paboya
..?” lanjut Jo memarahi Minjae
“mana aku tahu kalau kau akan kesini..” balas Minjae seraya memegang
bagian kepalanya yang dipukul Jo, “geun-de.. kenapa kau bersama Jinyoung
hyung..?” tanya Minjae kemudia
“aiishh.. aku tidak tahu kalau dia disini.. dan aku yang membuat dia
terkurung disini.. “jawab Jo , “memalukan.. kajja.. kita kembali ke kelas..”
lanjut Jo mengajak Minjae untuk bergegas kembali ke kelas.
“bukankah kau tidak menyukai jinyoung hyung..?” tanya Minjae saat dirinya
dan Jo menuruni anak tangga menuju kelas.
“hoh..” jawab Jo santai
“lalu... kenapa kau tertawa bersamanya..?”
“geun-yang... dia tidak seburuk yang aku pikirkan..”
“apa kau menyukainya..sperti gadis-gadis yang lain...?” tanya Minjae
heboh
“michosso... naneun .. pabo anniya...” jawab Jo ketus pada Minjae
“lagipula dia sahabat kakakku.. mungkin karena itu dia memperlakukanku dengan
tidak buruk.. “ lanjut Jo tidak peduli.
###
Malam itu, Jo terlihat gusar. ia mengeluarkan semua isi tasnya.
“wae..?” tanya Baro yang baru selesai mandi dan melewati kamar adiknya
dengan pintu terbuka lebar. Ia melihat Jo tengah mencari sesuatu dari dalam tas
nya.
“apa kau lihat demo CD ku..?” tanya Jo pada Baro yang masih berdiri
seraya bersender di pintu kamarnya.
“demo CD..?” Baro balik bertanya
“iyah.. demo dance .. tugas untuk besok.. aku sudah memburningnya dalam
CD. Geun-de.. jigeum eobso..” ujar Jo kecewa
“apa kau yakin sudah mencarinya dengan benar..?” Baro masih bertanya
dengan santai
Jo hanya terdiam seraya berpikir keras.
“aaaa..” Jo berteriak saat mengingat kali terakhir ia menggenggam CD
tersebut. “oppa.. temani aku..” ajak Jo pada Baro
“eodi..?” tanya Baro
“sekolah.. CD ku tertinggal di dance practice room tadi sore.. aku yakin
aku meninggalkannya di sana..” jelas Jo
“andwae.. ajak saja si Minjae..” Baro melepaskan tangan Jo yang memegang
lengannya memohon. Ia pun meninggalkan Jo yang masih menggurutu karena Baro.
Jo pun mengambil jaket tebalnya
“eomma.. aku pergi sebentar..” pamit Jo pada ibunya yang tengah
membereskan piring bekas malam.
“kau pergi dengan siapa..?” tanya ibunya
“minjae..” jawab Jo cepat. Walaupun sebenarnya ia tak ingin mengajak
Minjae mengingat amarah Minjae saat menemukan ia terperangkap di atap sekolah
tadi pagi membuatnya tak ingin menyusahkan Minjae lebih jauh. Ia hanya
mengatakan hal tersebut untuk membuat ibu nya merasa khawatir dan mengijinkannya
keluar.
Jo masih dapat menaiki bus malam menuju sekolahnya. Sebenarnya sekolah Jo
akan ditutup pukul 8 malam. Dan kini waktu telah menunjukkan pukul 7:15, jika
ia bergegas, Jo yakin masih dapat mengambil Cdnya dan keluar dari sekolah tepat
waktu sebelum gerbang utama di tutup. Penjaga sekolah masih berjaga di pos
dekat gerbang utama. Jo mengutarakan maksud dan tujuannya datang ke sekolah
malam-malam.
“ingat.. keluarlah sebelum pukul 08:00 malam..” pesan penjaga sekolah
tersebut.
Jo hanya mengangguk seraya mulai memasuki sekolahnya. Sekolahnya cukup
gelap karena tak ada seorang muridpun yang masih berada disana. Beberapa kelas
bahkan sudah terlihat gelap gulita tanpa penerangan. Jo memutuskan untuk
menggunakan senter ponselnya dan berjalan melewti lorong sekolahnya menuju
runag dance practice. Benar saja setelah sampai disana ia melihat CD nya
tergeletakdi ujung ruangan. Ia segera mengambil CD-nya dan bergegas
meninggalkan sekolah tersebut. langkahnya terhenti di ruang komposisi musik.
“bukankah ruang ini hanya boleh digunakan dengan pendampingan guru..”
pikir Jo dalam benaknya. Ruang komposisi musik dilengkapi dengan berbagai alat
komposisi yang hanya boleh digunakan dengan pendampingan guru pengajar. Murid
yang ketahuan menggunakan alat-alat tersebut tanpa izin dar pihak sekolah akan
mendapatkan hukuman. Hal tersebut dikarenakan alat komposisi yang digunakan di
sekolah terbatas, sehingga para pengajar benar-benar menjaga alat tersebut agar
tidak sembarangan oleh para siswa. Alat tersebut juga tak banyak dijumpai di
Korea. hanya ada 2 sekolah dan 3 universitas yang menyediakan alat tersebut.
Tentunya agensi-agensi K-POP di Korea juga sudah menggunakan alat komposisi
musik terbaru tersebut.
Namun Jo melihat cahaya di ruang tersebut. Cahaya tersebut berasal dari
ponsel milik pelajar siswa yang kini tengah duduk di depan alat komposisi
seraya memakai headset besar dan sesekali menulis sesuatu di kertas musiknya.
Jo yakin bahwa anak itu sedang membuat musiknya secara diam-diam di ruang
tersebut. Jo tak ingin mengganggu pelajar tersebut, itu adalah urusannya jika
ia ketahuan oleh penjaga sekolah. Namun suara langkah penjaga sekolah terdengar
semakin mendekat. Jo hendak berlalu meninggalkan pelajar tersebut dan segera
meninggalkan sekolah. Namun bagaimana jika anak tersebut ketahuan? Ia akan
mendapatkan hukuman dan mungkin akan kesulitan untuk menyelesaikan musiknya.
Jo akhirnya memutuskan untuk menerobos masuk ke ruang komposisi tersebut,
dan dengan cepat menyambar ponsel yang ada di meja komposisi, ia segera menekan
tombol power yang terletak di sebelah kanan ponsel agar sinar senter etrsebut
dapat segera mati. Pelajar pria yang
duduk di ruang tersebut pun terkejut. Ia melepas headsetnya dan berdiri
menghadap Jo.
“mwoya..?” teriak pemuda tersebut keras pada sosok Jo yang tidak terlihat
jelas wajahnya karena kurangnya pencahayaan.
Tanpa tahu siapa itu, Jo segara membungkam mulut pemuda itu dan
memaksanya untuk duduk berjongkok agar tidak ketahuan dari balik jendela kelas.
“siapa itu..?” mendengar teriakan pemuda tersebut. sang penjaga mulai
melambai-lambaikan senter besarnya ke arah kelas. Namun tak dijumpainya
siapa-siapa.
Mendengar suara penjaga akhirnya pemuda tersebut pun memilih untuk diam
dan tetap berjongkok mengikuti sosok gadis didepannya masih dengan mulut
terbungkam oleh tangan gais tersebut.
Setelah kondisi membaik, Jo pun melepaskan tangannya dari mulut pemuda
tersebut dan menaruh tangannya di depan dadanya seraya menghembuskan nafas
lega. Ia merasakan detak jantungnya yang bekerja cukup keras karena ketegangan
akibat kejadian tersebut. Ia merasa takut jika ketahuan oleh pihak sekolah.
“Jo..?” tanya pemuda yang masih duduk tepat didepan Jo, ia memastikan
sosok gadis yang ada didepannya dengan menyalahkan senter hapenya kembali.
“Jinyoung oppa...” Jo terkejut saat dijumpainya sosok Jinyoung yang kini
tepat berada didepannya. Sontak Jo segara berdiri.
Menyadari bahwa gadis tersebut adalah sosok Jo, Jinyoungpun tersenyum
kecil dan kemudian mengikuti Jo berdiri.
“minahe opaa... “ ujar Jo seraya menggosokkan kedua telapak tangannya
meminta maaf pada Jinyoung. “aku tidak tahu kalau itu kau..” lanjut Jo.
Jinyoung hanya terdiam memandang samar-samar Jo yang masih berdiri
meminta maaf didepannya. Ia melihat jam yang ada di ponselnya dan waktu telah
menunjukkan pukul 07:55 malam. Sebentar lagi gerbang sekolah akan segera
ditutup.
“aigoo...” ujar Jinyoung kemudian seraya memukul pelan dahi Jo dengan
jari telunjuknya, “kajja.. “ ajak Jinyoung kemudian.
“hoh..?” Jo terkejut melihat reaksi Jinyoung yang biasa saja dan kini
sedang merapikan ranselnya
“kau tidak mau terkunci lagi kan..” Ujar Jinyoung seraya berjalan keluar.
Mendengar pernyataan Jinyoung, Jo baru menyadari bahwa gerbng sekolah
akan segera ditutup. Iapun mengikuti langkah Jinyoung cepat.
###
Pagi itu seperti biasa Jo turun dari bus tepat di halte depan sekolahnya
bersama Minjae. Ia berjalan bersama Minjae melewati gerbang sekolah dan menuju
kelasnya. Baro yang tiba-tba muncul dari belakang bersama Jinyoung menepuk
punggung Minjae.
“Ya.. ~ bagaiman semalam .. apa kau menemukan CD miliknya..?” tanya Baro
tiba-tba pada Minjae.
Sontak Jo terkejut mendengar pertanyaan Baro pada Minjae.
“hoh..?” Minjae yang tak mengerti apa-apa kebingungan mendengar
pertanyaan Baro.
“bukankah dia selalu membuat masalah.. ?” Baro berusaha Jo didepan
Minjae.
Jo memandang Jinyoung mencoba meminta bantuan dengan ekspresinya. Ia
berharap Jinyoung dapat menerima signal SOS darinya.
Mendengar ucapan Bao pada Minjae dan melihat ekspresi Jo membuat Jinyoung
mengerti situasi yang tengah terjadi.
“ya.. Baro ya.. kajja.. kita harus segera bertemu yang lain..” ajak
Jinyoung menyela pembicaraan Baro dengan Jo.
Jinyoung menyeret pergi Baro yang masih kebingungan. Jo pun bernafas lega
sepeninggal Jinyoung dan Baro
“mwoya..?” tanya Minjae curiga pada Jo
“mwo...????? “ Jo balik bertanya pada Minjae dengan ekspresi pura-pura
tidak mengerti apa yang dimaksud Minjae. Ia pun melangkah terlebih dulu
meninggalkan Minjae
“kau menyembunyikan sesuatu dariku bukan..” Minjae mengejar langkah Jo
###
Siang itu, Jo menuruni anak tangga bersama Minjae menuju kantin
sekolahnya. Dari atas tangga, ia melihat Baro, Jinyoung dan ketiga temannya
yang lain sedang berjalan hendak menaiki tanggal untuk kembali ke kelas. Tepat
sebelum menyelesaikan menuruni semua anak tanggal segerombolan anak laki-laki
yang juga sedang berlarian menuruni anak tangga tak sengaja bertabrakan dengan
pundak belakang Jo sehingga sontak Jo-pun terdorong dan jatuh kebawah. Minjae
yang berada disampingnya bahkan tak sempat menangkap lengan Jo untuk menahannya
terjatuh. Jinyoung yang berada tepat lurus di bawah Jo-pun dengan cepat
menangkap tubuh Jo yang kini terjatuh tepat diatas tubuh Jinyoung yang tak
sadarkan diri karena benturan bagian belakang kepalanya dengan lantai sekolah
tersebut.
Jo yang sedari tadi menutup mata akhirnya membuka mata saat merasakan
seseorang tengah menangkap tubuhnya. Ia kini melihat Jinyoung yang tak sadarkan
diri tepat didepan matanya.
“oppa... oppa... yaaa.. ~ oppa jangsin jjar-yoo oppa... “ Jo panik
mencoba untuk membangunkan Jinyoung
Baro dan Gongchan dengan sigap membawa Jinyoung menuju UKS sekolah.
Minjae yang langsung berlari turun memeluk Jo erat yang kini tengah menangis
panik melihat Jinyoung tak sadarkan diri.
“ottoke minjae ya.. ottoke..” ujar Jo disela isak tangisnya
“gwenchana.. kau tidak apa-apa..?” tanya Minjae kemudian
“ottoke.. ottoke..” Jo tak menjawab pertanyaan Minjae. Ia masih berpikir
tentang keadaan Jinyoung
“gwenchana.. dia akan baik-baik saja..percaya padaku..” ujar Minjae
menenangkan Jo seraya mengusap kepala belakang Jo pelan dalam pelukannya.
###
Keadaan Jinyoung yang tak kunjung membaik membuatnya harus dibawa ke rumah
sakit. Ia harus menjalani rawat inap karena mengalami keretakan di bagian tulang
belakangnya. Keretakan yang dialaminya tidak begitu parah, sehingga diperkiran
ia hanya membutuhkan waktu 7 – 9 hari di rumah sakit untuk menyembuhkan
keretakan tersebut.
Kini Baro sedang berada di kamar rumah sakit Jinyoung. Kondisi Jinyoung
sudah mulai membaik. Ia bahkan sudah sadarkan diri. Hanya saja ia masih harus
berbaring di ranjangnya
“mianhe...” ujar Baro pelan
“ah wae..gwenchana.. jo otte..?” Jinyoung menanyakan kondisi Jo
“gwenchana.. geurigu.. gomawoso chingu ya.. kalau bukan karenamu Jo pati
terluka..” lanjut Baro.
Terdengar suara pintu kamar rumah sakit terbuka perlahan. Sosok Jo
didampingi oleh Minjae memasuki ruangan tersebut.
“Ya.. ~.. sini kau..” perintah Baro pada Jo yang berjalan ragu-ragu
mendekat ke arah Jinyoung
“oppa annyeong..” sapa Jo ragu-ragu pada Jinyoung. Ia bahkan menundukkan
pandangannya karena tak sanggup menatap Jinyoung.
Jinyoung tersenyum kecil melihat tingkah Jo.
“annyeong..?” Baro memarahi Jo yang hanya menyapa Jinyoung.
“mianhee oppa..” ujar Jo kemudian seraya mendekat ke arah samping ranjang
Jinyoung, “gwenchanayo..?” tanya Jo khawatir
“daenida.. “ujar Jinyoung lega
“mwoga..?” tanya Jo dan Baro bersamaan
“No gwenchana..” jawab Jinyoung seraya menatap Jo lekat.
“Ya.. ~ chingu ya... kau benar-benar berhati besar.. bagaimana bisa kau
mengkhawatirkan keadaan anak ini dengan kondisimu sekarang..” Ujar Baro seraya
memeluk Jinyoung yang masih terbaring
“ya.. kojjo..” tukas Jinyoung menyuruh Baro melepaskan pelukannya
“No..” Baro menunjuk Jo, “no jeongmal.. troublemaker ieyo... “ lanjut
Baro ketus.
Jo hanya menunduk karena omelan Baro.
“geun-de.. badanku benar-benar sakit semua.. kau harus bertanggung
jawab..” Jinyoung mencoba menggoda Jo yang sedang dalam posisi terpojok, “mwo..
tidak ada pilihan lain.. kau harus merawatku tiap hari di sini..” lanjut
Jinyoung
“mwo..?” Minjae yang mendengar permintaan Jinyoung angkat bicara, “biar
aku yang merawatmu hyung.. “ lanjutnya mencoba menggantikan posisi Jo.
“ya.. ~” Baro menukas Minjae, “biarkan Jo yang merawat Jinyoung di sini..
“, Baro mengangguk-angguk pelan, “tenang saja chingu ya.. akan aku pastikan Jo
datang kesini tiap hari untuk membantumu.. “ lanjut Baro meyakinkan.
Jo hanya terdiam seraya menarik nafas dalam-dalam karena permintaan
tersebut
###
Kini, setiap pulang sekolah Jo harus terlebih dulu berkunjung ke rumah
sakit menemui Jinyoung. Ia harus melakukan semua tugas yang diberikan oleh
Jinyoung padanya seperti mengupaskan buah, membelikan minuman di mesin minuman
yang ada di lantai bawah rumah sakit, membantu mendorong kursi roda Jinyoung
saat dirinya ingin mencari udara segar di luar kamar rumah sakit, dan masih
banyak yang lainnya.
Kondisi Jinyoung kian membaik dari hari-ke-hari, kini ia sudah dapat
duduk di atas tempat tidurnya tanpa harus bersandar. Dokter mengatakan jika
dalam dua hari kondisinya stabil seperti ini, ia sudah dapat meninggalkan rumah
sakit. Merawat Jinyoung bukanlah hal yang melelahkan bagi Jo. Beberapa hari
yang dilewatinya bersama Jinyoung membuatnya mengenal Jinyoung lebih dalam.
Jinyoung tak seperti yang ia pikirkan selama ini. Ia merupakan pemuda yang
baik. Hal yang paling ditakutkan oleh Jo pun terjadi, ia menjadi nyaman berada
di samping Jinyoung. Ia bahkan merasa ada yang salah dengan dirinya. ia menjadi
lebih semangat saat jam pulang berbunyi, bukan karena ia dapat segera pulang
namun karena ia ingin cepat-cepat bertemu dengan Jinyoung. Namun seperti kata
Baro, dirinya disamping Jinyoung adalah troublemaker. Jinyoung selalu mendapat
masalah jika berada disampingnya.
Malam itu, Jo hanya duduk disamping ranjang Jinyoung seraya menunggui
Jinyoung yang sedang berada di ruang rontgen untuk mengecek keadaanya, jika
dipastikan bahwa tulangnya telah baik-baik saja, ia dapat meninggalkan rumah
sakit besok. Menunggu Jinyoung setelah seharian di sekolah menjalani kelas
dance membuat Jo sedikit lelah. Ia pun tertidur pulas dalam kondisi duduk dan
kepala tertelungkup di atas ranjang Jinyoung. Jinyoung yang baru selesai dengan
cek terakhirnya kembali ke kamar dan menjumpai Jo yang sedang tertidur pulas. Jinyoung
duduk di samping ranjang lainnya. ia melihat ke arah sosok Jo yang sedang
tertidur pulas. Tanpa sadar tangannya meraih kepala Jo dan mengusap pelan
rambut Jo.
Baro baru sampai di rumah sakit. Ia akan mengunjungi Jinyoung malam ini
setelah mendengar kabar bahwa Jinyoung sudah dapat meninggalkan rumah sakit
besok. Langkahnya terhenti tepat didepan kamar Jinyoung. Ia bahkan mengurungkan
niatnya untuk menarik gagang pintu saat dilihatnya dari kaca pintu kamar
Jinyoung bahwa Jinyoung sedang menatap lekat wajah Jo seraya mengusap pelan
rambutnya. Baro menyadari satu hal yang selama ini terlewatkan olehnya, ia
belum pernah melihat tatapan sehangat seperti saat ini di mata Jinyoung. Ia tersenyum
kecil seraya meninggalkan keduanya tetap seperti itu.
###
Jinyoung berjalan pelan dari halte depan sekolahnya menuju kelasnya. Ia disambut
hangat oleh Baro dan teman-temannya yang lain. Akhirnya kini ia dapat kembali
bergabung dan menjalani aktivitasnya seperti biasa. Jo hanya tersenyum dari
koridor kelasnya, ia mengamati dari atas langkah jinyung. Minjae yang datang
menghampirinya dan berdiri disampingnya mencoba mencari kemana Jo mengarahkan
pendangannya, mencari titik fokus yang membuat senyum itu terlukis di bibir
Jo. Minjae membingkai sosok Jinyoung di
mata Jo.
“kau.. benar-benar telah menyukainya..” ujar Minjae yang membuat Jo
terkejut. Ia bahkan tak menyadari kehadiran Minjae disampingnya.
“ah.. kamchagiya.. “ujar Jo terkejut
Minjae menatap Jo, terbesit kekecewaan di mata Minjae, ia kemudian
berbalik dan kembali ke kelas meninggalkan Jo.
“Ya.. Minjae ya.. waedo..????” Jo berusaha mengikuti langkah Minjae
kembali ke kelas.
###
Malam ini, Jo merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur. Ia memikirkan
Minjae yang sepanjang hari ini hanya mendiamkan dirinya. Ia bahkan tak mengerti apa yang sudah
diperbuatnya hingga membuat Minjae marah. Berulang kali ia mencoba untuk
mengirimkan pesan pada Minjae. Namun ia urungkan kembali niatnya.
Melihat Jo yang gelisah Baro menghampiri adiknya tersebut,
“sedang memikirkan Jinyoung..?” tanya Baro tiba-tiba
“hoh..??” Jo terkejut dengan kedatangan Baro
“na gwenchana..Jinyoung merupakan teman yang baik” lanjut Baro
“mwoya ige..” gumam Jo pada Baro
“kau tidak akan bisa membohongiku.. kau menyukai Jinyoung kan..?” Baro
menatap Jo tajam. Ia terdengar sangat serius saat menanyakan hal tersebut.
Jo terpaku mendengar pertanyaan Baro dengan wajah tajam Baro. Ia hanya
menelan ludah dan tak mampu menjawab pertanyaan Baro
“dengarkan.. kau sangat berharga untukku.. geurigu Jinyoung.. dia juga
sangat berharga untukku.. aku tidak melarang hubungan kalian.. tapi jangan
saling menyakiti.. “ ujar Baro diakhiri dengan senyumnya. Ia mengelus rambut Jo
pelan dan kemudian meninggalkan Jo yang masih terpaku dengan ucapan Baro.
Pesan masuk tertera di layar ponsel Jo. Terlihat satu pesan dari Minjae
yang mengabarkan bahwa ia telah berada di luar rumah Jo. Melihat pesan
tersebut, Jo bergegas mengambil jaketnya dan menemui Minjae.
Minjae dan Jo duduk bersama di dua ayunan yang ada di taman kompleks
rumah Jo.
“wae..?” tanya Jo pada Minjae yang sudah lebih dari 20 menit hanya diam
seraya memainkan jemarinya. Jo mengayunkan pelan ayunannya sambil menunggu
Minjae bicara
“ah wae..?.. kenapa kau mendiamkanku hari ini..?” Jo kembali bertanya
“Na joha-e..”
Pernyataan Minjae membuat Jo sontak menghentikan ayunannya. Ia menggenggam
erat tali ayunannya, Jo menelan ludahnya pelan.
“yaa.. jangan bercanda padaku..” ujar Jo seraya mencoba tersenyum
“aku tidak bercanda saat ini. naneun neomu joha-e.. naneun..” Minjae
belum sempat meneruskan apa yang ingin ia ungkapkan, Jo sudah menyelanya
terlebih dulu.
“Minjae ya..”
Minjae kemudian terdiam mendengar selahan dari Jo
“kau adalah sahabat terbaikku, aku tak ingin kehilangan sahabatku..
bisakah kau tetap menjadi sahabatku..?” lanjut Jo bertanya pada Minjae
“jadi aku tidak akan pernah bisa manjadi lebih dari sahabat untukmu..”
gumam Minjae pelan seraya tersenyum
“Minjae ya..” Jo tak ingin kehilangan Minjae sebagai sahabatnya. Jo
menyadari bahwa sekarang hatinya sudah dimiliki oleh orang lain. Ia sangat
menyukai Minjae namun tidak lebih dari sahabatnya. Apakah terlalu serakah jika
ia ingin menjaga Minjae di sampingnya sebagai seorang sahabat ?
“arasso..” Minjae berdiri dari ayunannya. Ia melihat ke arah Jo yang ikut
berdiri dan kini tepat berhadapan dengan Minjae.
Minjae mengulurkan tangannya.
“Minjaenya.. tidak bisakah kau tetap menjadi sahabatku..?” Jo kembali
bertanya pada Minjae. Ia benar-benar tak ingin kehilangan Minjae.
Melihat Jo, Minjae menarik kembali uluran tangannya.
“aku tidak bisa bilang kalau sekarang aku baik-baik saja. Tapi aku akan
tetap selalu ada jika kau membutuhkanku.. “ ujar Minjae. Matanya
mula berkaca-kaca, ia tidak akan membiarkan Jo melihat dirinya semakin
menyedihkan. Akhirnya Minjae memutuskan untuk berbalik dan meninggalkan Jo yang
masih berdiri mematung menatap punggung Minjae yang menjauh.
Jo kembali duduk di ayunannya, ia menundukkan kepalanya. Ia merasakan air
matanya mulai berjatuhan. Ia benar-benar bersyukur telah memiliki Minjae selama
ini, namun ia juga merasa bersalah karena tak dapat membalas perasaan Minjae. Ia
tak ingin kehilangan Minjae, namun sulit baginya untuk tetap menjaga Minjae di
sampingnya. Ia akan semakin melukai Minjae saat menginginkan Minjae tetap
berada di sampingnya sebagai seorang teman, seorang sahabat, tidak lebih.
Jo berdiri dari tempat duduknya, ia merapikan raambutnya dan berjalan
gontai perlahan untuk kembali pulang. Sesekali ia menendang beberapa kaleng
yang tergeletak di pinggir jalan, ia bahkan menendangkan kakinya ke udara. Ia bahkan
tak melihat sekekelingnya saat berjalan, kakinya menyandung batu besar yang
terdiam dipinggir jalan.
“aauuwhhh..” rintih Jo kesakitan seraya mengangkat sebelah kakinya.
“waah.. kau benar-benar ceroboh..” suara Jinyoung tiba-tiba terdengar
dari belakang.
“ah oppa.. wae yogi..?” Ujar Jo terkejut melihat sosok Jinyoung, ia
bertanya-tanya kenapa Jinyoung bisa ada disekitar rumahnya
“aku mau menemui Baro. Kajja..” jawab Jinyoung seraya menyodorkan
lengannya pada Jo yang terlihat masih terlihat kesakitan.
Jo melihat Jinyoung dengan mata bertanya-tanya. Ia tidak mengerti maksud Jinyoung
saat menyodorkan lengannya pada Jo.
“aku tidak bisa menggendongmu karena punggungku baru saja sembuh, aku
hanya bisa meminjamkan lenganku... lihat kakimu..” ujar Jinyoung santai,
melihat Jo yang masih terdiam Jinyoungpun meraih tangan Jo dan
menggantungkannya di lengannya. “berpeganglah agar kau tidak jatuh lagi..”
lanjut Jinyoung seraya menuntun Jo pulang.
“waaahhh.. bagaimana bisa kau selalu dalam masalah saat bertemu
denganku.. apa aku harus menolongmu setiap saat..” Goda Jinyoung pada Jo yang
masih berjalan terpincang disampingnya. Jo semakin erat meraih lengan Jinyoung.
Jinyoung hanya tersenyum melihat ulah Jo.
###
Sekolah hari ini dilalui Jo dengan sangat berat, ia bahkan tak dapat
menyapa Minjae dengan leluasa. Walaupun Minjae masih berbicara dengannya dan
tersenyum dengannya, namun rasanya sangat berbeda. Ia benar-benar kehilangan
Minjae yang dulu. Berulang kali Jo menarik nafas berat dan menelungkupkan
kepalanya di atas meja kelasnya.
“Minjae ya.. jib-e kajja..” ajak Jo pada Minjae saat bel pulang usai
berbunyi
“ah.. kau pulang saja dulu.. aku masih ada urusan..” jawab Minjae seraya
mencoba tersenyum pada Jo.
“aah..” Jo pun berjalan perlahan meninggalkan Minjae. Ia masih harus
sedikit terpincang karena insiden yang ia alami semalam.
Minjae mengamati kepergian Jo, ia bahkan menyadari langkah Jo yang sedikit
terpincang.
“kau selalu tidak hati-hati..” gumam Minjae pelan. Minjae menyadari bahwa
sejak awal Jo hanya menyukai Jinyoung, tak ada yang lain. Minjae menyadari
bahwa dirinya hanyalah sebatas sahabat untuk Jo, tak lebih. Namun Minjae tak
bisa menahan diri untuk tidak mengungkapkan perasaanya pada Jo, walaupun ia
tahu bahwa ia hanya akan mendapat penolakan.
Jo duduk sendiri di ujung kursi yang ada di halte depan sekolahnya.
“kau tidak pulang bersamanya..?” tanya Jinyoung yang tiba-tiba duduk
disampingnya.
Jo mendongakkan kepalanya,
“ah.. anniya..” jawab Jo pelan.
“kakimu bagaimana..?” tanya Jinyoung lagi
“sudah lebih baik.. gomawo oppa untuk semalam..”
Jinyoung terdiam melihat kesedihan yang tergambar di raut wajah Jo. Sebenarnya
jika harus berkata jujur, Jinyoung menyaksikan semua yang terjadi di taman
dekat rumah Jo antara Jo dan Minjae semalam. Ia menyaksikan bagaimana Minjae
mengakui perasaanya dan mendapat penolakan dari Jo. Namun ia memilih diam. Sebenarnya
semalam ia memutuskan untuk tidak ikut campur dan tidak akan berada di antara
kedua sahabat tersebut. Namun melihat wajah sedih Jo membuat Jinyoung tak bisa
diam begitu saja. Mungkin kali ini ia akan benar-benar membawa Jo dalam
hidupnya. Ia melihat dari kejauhan Bus yang akan mereka tumpangi akan segera
tiba. Jinyoungpun segera berdiri dan mengulurkan tangannya tepat di depan Jo
“dengarkan aku.. aku tahu bahwa kau selalu ceroboh dan membuat masalah,
geun-de.. naneun joha-e.. naneun neomu joha.., apapun yang kau lakukan joha-e..
aku ingin kau datang padaku Jo.. jika kau bersedia datang dalam hidupku genggam
tanganku sekarang, bus yang kita naikin akan segera tiba.. ayo masuk bersama
dan memulai semuanya berdua.. tapi aku tidak akan memaksamu.. jika kau tidak
ingin bersamaku.. aku hanya akan menjadi teman kakakmu, tak lebih “ Jinyoung
akhirnya mengungkapkan perasaanya di depan Jo. Jo terpaku menatap Jinyoung
masih masih berdiri dengan uluran tangannya.
Bus yang mereka tumpangi telah sampai. Pintu Bus terbuka perlahan, beberapa
orang kelaur dari Bus. Jinyoung masih menunggu jawaban Jo. Jo masih menatap
lekat kearah Jinyoung yang masih tersenyum menatapnya.
Jo perlahan tersenyum
dan mengulurkan tanganya ke arah tangan Jinyoung. Jinyoung menggenggam erat
tangan mungil Jo,
“kajja..” ajak Jinyoung seraya menggenggam erat tangan Jo menaiki bus
bersama.
Bus mulai berjalan meninggalkan halte tersebut, bayangan Minjae dari
balik kaca halte terpantul jelas. Ia melihat Jo yang telah
pergi menggenggam erat tangan Jinyoung.