Jumat, 07 Juli 2023

Part 6 - AKHIR KISAH (ANGIN DAN BAU KHAS TUBUHMU)

 


    Pernah dengar sebuah kalimat dalam serial Korea favoritku saat masih duduk di bangku SMA , “Angin yang pergi tidak akan pernah kembali ke tempat ia pernah singgah”. Kalimat itu diucapkan saat tokoh utama pria mencoba menggenggam erat-erat gadis dalam masa lalunya.  Atau aku sudah pernah menyebutnya dalam bab sebelumnya. Entah aku harus menyebutnya berapa kalipun dalam kisah Gadis dan Angin. Kalimat itu menggambarkan jelas tentang akhir dari kisah perjalanan Gadis dan Angin. Aku sempat berharap dan memaksakan akhir kisah yang bahagia antara Gadis dan Angin. Orang brekata bahwa air mata yang keluar tidak hanya sebagai lambang ketidakbahagiaan namun juga dapat berarti bahagia yang mendalam. Jika bahagia itu hanya pada Gadis dan Angin namun menjadi malapetaka bagi orang-orang yang berada di sekitar mereka,  apa itu akhir kisah yang bahagia ? . Air mata yang keluar dari Gadis dianggapnya sebagai air mata kebahagiaan. namun siapa sangka bahwa sir mata yang tumpah ruah itu justru menenggelamkan Gadis didalamnya. hingga hanya tersisa kesesakan. Gadis tak dapat membuka matanya, bahkan sulit untuk bernafas didalamnya. Ia ingin keluar dari gelapnya dunia yang terlahir dari paksaan dan penderitaan orang disekitarnya. Ia ingin segera melepas Angin atau mungkin ia ingin Angin melanjutkan perjalananya tanpa menyeret Gadis didalamnya. Lelah, itulah yang menggambarkan Gadis pada akhir kisahnya dengan Angin. Benci? tentu tidak. Bagaimana bisa Gadis membenci Angin saat Angin lah yang memberikan pelajaran berharga untuk lebih bersyukur dan mencintai apa yang telah ia punya. Angin jugalah yang membuat Gadis membuka matanya dan melihat dunia sekitarnya yang porak poranda saat bergandengan dengan Angin. Memang tidak seharusnya manusia menggenggam Angin. Cukup rasakan hadirnya dan biarkan ia berlalu sesuai dengan porosnya. 

    Kebanyakan orang akan berpikir bahwa sebuah happy ending adalah kebersamaan antara dua tokoh utama. Tapi aku salah, terkadang melepaskan, mengikhlaskan, menerima kenyataan dan melanjutkan kisah masing-masing juga merupakan akhir yang bahagia. Kebahagiaan adalah saat kita tidak melukai siapapun di sekitar kita. Mungkin sangat sulit menghindari hal tersebut, tapi Gadis kembali bercerita ketika bagaimana ia kehilangan semuanya saat memaksakan untuk menjaga Angin disisinya. Ia bahkan sempat kehilangan dirinya sendiri. Saat itulah Gadis menyadari bahwa sesuatu yang dipaksakan tidak akan pernah berakhir bahagia, bahkan jika ia berpegang erat dengan hal yang paling ia sukai sekalipun. Kehilangan diri sendiri adalah titik paling mengerikan dalam diri manusia. Ketika ia harus berkata “tidak” pada sesuatu yang harusnya “iyah” dan juga sebaliknya.

Gadis telah menceritakan banyak memori bahagia dan memori menyedihkan yang terbingkai menjadi memori indah kepadaku. Ia menceritakan dengan mata berbinar dan kadang dengan mata senduh. Sangat menyiksa melepas Angin dari hidupnya namun lebih menyiksa saat ia terus menggenggam Angin.

“Aku mungkin juga dapat menjadi sosok Angin yang bisa pergi kapan saja dan tidak mengulang singgah di tempat aku pernah ada. Pada kenyataanya, bukan Angin yang melepaskan aku tapi aku yang membiarkan Angin berlalu pada porosnya” begitulah kata Gadis diakhir ceritanya.

“kenapa ?” tanyaku masih sedikit tak terima dengan keputusan Gadis

“agar aku bisa melanjutkan hidupku” begitulah jawaban Gadis diikuti dengan senyumnya. Terdengar egois bukan?, namun Gadis harus melanjutkan hidupnya. Membawa memori Angin sebagai pelajaran berharga dalam memilih langkah selanjutnya. Menjalani kehidupan seumur hidup bersama Angin mungkin akan terasa amat lama dan menyesakkan baginya. Bukankah begitu kata kebanyakan orang saat ini, hidup akan terasa singkat dan berharga saat dihabiskan pada tumpuan yang tepat. 

Aku belajar banyak hal dari kisah Gadis dan Angin. Ketika aku menggenggam terlalu erat pada sesuatu, maka aku hanya akan menyakiti telapak tanganku. Ketika aku berpegang pada sesuatu yang menyakiti banyak orang disekitarku, ternyata aku menyakiti diriku sendiri. Seperti gadis yang tersiksa untuk beberapa saat sampai ia akhirnya menerima untuk membiarkan Angin pergi dari hidupnya, agar dia tetap dapat menjalani hidupnya sebagai Gadis, bukan sebagai orang lain. Agar dia paling tidak tetap menjadi dirinya. Menerima dengan senyuman bukankah merupakan suatu akhir yang bahagia ?

“ Sesuatu yang dipaksakan hanya akan menyakiti diri sendiri.

Sesuatu yang dipaksakan tidak akan pernah berakhir bahagia”